Ada anggapan kalau kita datang di masjid, lalu menempati shaf
pertama itu adalah suatu pencapaian besar. Sampai-sampai Kanjeng Nabi sendiri
bersabda mengenai besar keutamaan shaf pertama. Banyak hadist-hadist yang
berkonten memuliakan shaf pertama. Namun yang paling terkenal pastinya yang bilang
kalau anda menempati barisan shaf pertama, anda akan dapat unta.
Jika tiba hari Jum'at, maka para Malaikat berdiri di
pintu-pintu masjid, lalu mereka mencatat orang yang datang lebih awal sebagai
yang awal. Perumpamaan orang yang datang paling awal untuk melaksanakan shalat
Jum'at adalah seperti orang yang berkurban unta, kemudian yang berikutnya
seperti orang yang berkurban sapi, dan yang berikutnya seperti orang yang
berkurban kambing, yang berikutnya lagi seperti orang yang berkurban ayam,
kemudian yang berikutnya seperti orang yang berkurban telur. Maka apabila imam sudah
muncul dan duduk di atas mimbar, mereka menutup buku catatan mereka dan duduk
mendengarkan dzikir (khutbah).
“Wah kalau sampean shof belakang terus, mungkin pean dapatnya Cebong cak” Kelakar Sobirin pada
kaspolan.
“Lah kalau aku ini datang awal tapi milih shaf belakang, aku dapat
apa?”
Sobirin terhenyak dan bingung mau jawab apa. Sementara Kaspolan Lanjut
bercerita, dirinya sangat pekeuwuh untuk menempati shaf pertama. Bukannya nggak
cinta Kanjeng Nabi. Bukannya juga mengutuk saudaranya yang percaya banget ada unta
di shaf pertama. Tapi dia sangat ndak enak sendiri. Kok dia yang dapat unta
sendiri sementara yang lain harus terima dapat sapi, wedus, ayam, cebong samapi
cipret.
“Alah jangan nggaya sampean ini. Wajar pean ini ndak mau di depan cak.
Lha wong gerakan sholat sampean kelihatan kurang sempurna. Sebelahnya umik-umik
baca doa qunut, pean umik-umik entah baca apa”
“Hush jangan keras-keras tho!” sergah Kaspolan.
“Tapi emangnya orang-orang kecil seperti kita ini bisa dapat unta?
Membayangkan saja sudah dilarang sama negara”
Di masjid besar kampung Kaspolan memang ada kebiasaan wong cilik
tidak boleh mengakses deretan shaf pertama. Selalu yang terdepan setelah imam
adalah penguasa. Lalu ada para menteri, para jenderal, para cendekiawan, para
tokoh, dan lain-lain yang seperti itu.
Meskipun wong cilik yang datang paling pertama. Entah itu dia
tukang sapu, merbot, kuncen yang bukain pintu masjid, Wak Kajan, Wak Kaserun,
Wak Bunali, et cetera, tetap mereka
ndak boleh ada di Shaf pertama.
Beragama tidak jauh bedanya dari berdagang. Kita membayangkan
bonus-bonus yang kita dapatkan setelah ritus yang kita persembahkan pada Nya. Tidak
salah. Tapi apa tidak mengganjal di dalam hati. Bahwa dalam hal pemilihan shaf
saja kita masih perlu diiming-imingi materi macam gradasi besaran ternak. Ataukah
mungkin hadiah ternak itu lebih besar kadar alih perhatiannya. Sehingga
menutupi nikmat mesra cinta kita pada Nya.
“Kalau memang untuk
beribadah sholat harus diberi kepragmatisan laba ekonomi seperti itu, maka yang
aku minta bukan Unta”
“Lah terus pean minta apa cak?”
“Aku pengen ada colokan listrik. Jadi waktu sholat sekalian aku bisa ngeces hape”
Maklum, Kaspolan sedang jadi musafir. Menjemput kekasihnya tapi
hape sedang mati. Ingin sekali Kaspolan menghubunginya, Sekedar bilang:
Aku ada di depan
MenungguMu
Tersenyum pada ku
Gresik, 9 Juni 2018
0 komentar: