"Pembelokan-pembelokan pola pikir ternyata begitu kuat menerjang umat muslim." begitu si Noor meracau saja. Sejak lima belas menit...

Ketika Jihad Harta Dibelokkan

"Pembelokan-pembelokan pola pikir ternyata begitu kuat menerjang umat muslim." begitu si Noor meracau saja. Sejak lima belas menit yang lalu Noor Lagi-lagi bersemangat ngobrol. Awalnya soal makanan lalu cara makan, lalu entah apa jluntrungannya, makan fisik berganti topik jadi makan ruhani.

"Apa yang kamu maksud pembelokan Noor?" aku menyambung pernyataannya tadi yang mulai membuatku tertarik.

Noor kemudian nyerocos sambil mengunyah tahu goreng petis yang aku sajikan. Asal kau tahu saja, Noor ini memang tiap pagi atau sore sering mampir ke rumah. Duduk lesehan di lantai beranda depan rumahku. Tak jelas betul kenapa dia itu rutin mampir. Kalau aku sedang tidak ada, ya dia duduk sendirian disitu. mengobrol sendiri. Kadang duduk sendehan lalu tertidur.

Kali itu aku sedang senggang. Kulihat ada Noor di beranda, lalu aku temani dia ngobrol. Sambil kusodorkan untuknya beberapa potong tahu goreng plus rawit hijau plus petis dan garam dapur.

Umumnya, saat aku menemaninya meracau, obrolan tidak berjalan dua arah. Ya, tentu satu arah. "karena yang satu lagi sambungannya sudah konslet," aku meringis dalam hati. Tapi entah. Kadang kalau pas bisa diajak nyambung, aku senang mendengar si Noor menyatakan pikiran-pikirannya yang menurutku terlalu liar tapi malah tersimpan esensi kehakikian. Uraiannya membuat hidupku seperti tertampar-tampar.

"rukun islam itu sekarang ibaratnya seperti makanan ragawi saja sekarang. Semua muaranya untuk tujuan dunia. Mulai dari syahadat, sholat, zakat, puasa, haji, jadi kendaraan untuk manusia biar bisa kaya dan sukses pencapaian duniawinya"

"Lebih lebih, yang agak kurang pas di hatiku, para dai mengimbau umat untuk jadi orang kaya dengan tujuan Jihad Harta," jeda sebentar. Tangan si Noor meraih tahu goreng yang empuk. dicocolnya ke sambal petis hingga tahu itu terlihat olehku separuh penyet. Suaranya keluar lagi "ah jihad Harta apanya!"

"kan bagus toh kaya jadi alat untuk mendekat ke allah," sambungku sambil melihat si Noor melahap tahu goreng barusan. Nyep. Nyep. Nyep. Terdengar suara mulut si Noor memamah.

"Iya kalau itu memang benar-benar jihad yang sejati. Tapi sekarang itu... Ah itu... hanya dalih saja sekarang! Orang hanya fokus ke kayanya saja"

"Kok kamu gampang banget menilai. Apa buktinya kalau cuma dalih?"

"Ya gampang saja Koes membuktikannya. Mau bukti?"

Noor tak lekas menjawab. Malah Telunjuk, jempol dan jari tengah si Noor diacungkannya ke mukaku. Lalu wajahnya meringis-ringis sembari mengambil sejumput garam dapur di piring. Sekejap garam itu pindah ke mulutnya disusul rawit hijau pedas yang langsung dia kunyah. Sengaja agak lama Noor mengunyah-ngunyah. Baru setelah itu ditelannya.

"Eh Noor kamu sakit perut nanti," selorohku penuh kekhawatiran.

"Koes, Jihad Harta sejati itu esensi nya adalah pengorbanan. Seperti aku tadi berkorban merasakan asin dan pedas yang sungguh sangat. Tapi orang sekarang kebanyakan hanya mau merasakan yang enak saja dari olahan garam dan rawit. Tidak berani menyelami rasa asli garam, rasa asli rawit yang berdiri sendiri di mulut."

"kamu ngomong apa Noor. Maksudnya gimana?"

Noor lantas menjabarkan secara panjang, Jihad Harta yang sejati itu seperti rasul. Jihad Harta itu adalah saat kita sampai pada tingkat mempecundangi dunia, harta, dan kekayaan yang kita miliki.

Bukan yang dimaksud kita punya uang banyak lalu bisa menyumbangkan secuil dari kekayaan yang kita miliki. Wong kayak gitu saja kok lantas kamu dengan mudah sebut jihad. Jihad Harta entah itu zakat infaq atau sedekah intinya adalah rasa pengorbanan kita akan dunia, akan harta benda, akan kekayaan yang sejatinya bukan milik manusia.

Karena sadar itu bukan milik manusia, Rasul pun mencontohkan berkorban harta, jihad Harta yang sejati. Dalam banyak riwayat dia mencontohkan diantaranya, Satu : Kekayaan selama masa muda beliau berdagang dibagi-bagikanya pada pengusaha kelas ukm. hingga habis dan hidup melarat. Dua : rasul diberi kambing tapi bukannya malah dinikmati bersama keluarga, tapi malah kambing itu dibagi-bagikan ke tetangganya tanpa sisa. Ketiga saat rasul tak punya apa-apa untuk diberikan, dan hanya punya baju. Saat diminta anak kecil suruhan ibunya. Baju itu tak tanggung-tanggung diberikan rasul.

Sedangkan umat muhammad di zaman ini bertujuan hidup kaya. Lalu dengan tidak bertanggung jawab melabelinya dengan 'jihad Harta' yang tak sejati. Padahal hanya secuil dari kekayaannya saja yang dia sisihkan.

Punya uang satu juta hanya disumbangkan seratus ribu per bulannya.

Punya uang belasan juta hanya dikeluarkan sekadar lima ratus ribu.

Gila harta hanya bertujuan agar bisa ngasih kerabat yang sakit. Emang dalam setahun berapa kali ada orang yang sakit keras?

Kerja mati matian lupa sholat hanya untuk biar bisa ngasih sanak famili di hari raya yang hanya setahun sekali.

"Sungguh Koes itu bukan lah jihad Harta yang sejati. Terlebih bahkan bagi pikiranku yang tak waras ini."

Lamat-lamat mulutku mulai berucap, "Hei Noor, apa yang kamu omong kan. Jujur saja, itu semualah yang aku praktikkan dalam hidupku."

aku tertunduk lesu tanpa sekalipun memakan tahu goreng. Sementara si Noor melahap habis tahu goreng sendirian.

"Ehnhhaak. Enyyaak Koes tahu gorengnya"

"Dasar si gila yang rakus!"

0 komentar: