"Orang kita itu hobinya ngurusin orang. Apa saja yang orang lakukan, kenakan, dan pilih pasti enggak bisa luput dari sejuta komentar. S...

Peradaban Kakean Ngreken

"Orang kita itu hobinya ngurusin orang. Apa saja yang orang lakukan, kenakan, dan pilih pasti enggak bisa luput dari sejuta komentar. Sampai-sampai bisa jadi topik forum. Mudah sekali tersebar dan disebarkan."

"Orang tidak suka merokok katanya tidak gaul. Orang merokok katanya tidak sayang kesehatan. Orang pakai peci katanya sok agamis. Orang pakai topi koboi katanya pemuja budaya asing. Orang pakai jenggot dituduh teroris. Orang ga pakai jenggot katanya kayak bukan umat Muhammad. Orang  kantoran katanya nggak beretos kerja. Orang nggak kerja kantoran dituduh enggak serius kerja. Orang-orangan sawah mau dituduh apa?hihihi"

"Macam sinyal Wifi saja. Satu pemancar dikerubutin banyak perangkat," begitulah si Noor, Pagi-pagi sudah sambung menyambung ocehan.

Mungkin, lanjut nya nyerocos, budaya kita yang terlalu ngurus orang lain itu bersumber dari kesalahkaprahan bangsa ini akan makna sejati satu kata yang diserap dari bahasa arab : nasihah. Yang diserap dimodifikasi jadi Nasehat.

Padahal pengertian 'nasihah' dalam bahasa arab artinya adalah loyalitas atau kesetiaan. Bukan seperti yang orang sekarang punya pengertian tentang kata Nasehat. Yaitu Tutur pitutur, nuturi, ndawuhi, menceramahi.

Noor bukan maksud mengecam, Cuma dia heran, kenapa satu kata yang memiliki denotasi kesetiaan itu suatu hari berkembang menjadi peradaban dimana setiap orang merasa berhak dan mampu untuk memberi wejangan pada orang lain.

Dari denotasi kesetiaan malah berkembang jadi konotasi nasihat yang kian hari berkembang menciptakan pihak pertama yang merasa lebih jago, lebih ahli, lebih pintar, lebih bijak, lebih santun, lebih berpengalaman, lebih alim dan pihak kedua yang berada di bawah level pihak pertama.

Itulah sebabnya mengapa banyak orang kita sekarang sukanya ngurus kehidupan orang lain. Bukannya tidak baik. Tentu ada negatif dan positifnya. Baik misalnya pada kasus tetangga yang usil dan ikut campur saat ada cowok menginap ke kosan cewek. Budaya terlalu banyak ikut campur atau orang jawa menyebut kakean ngurus itu bisa jadi satu kontrol sosial yang bagus kiranya.

Tapi rupanya kebiasaan itu juga berkembang makin banyak pada hal yang mudharat. Karena orang merasa berhak menasehati, tanpa sadar berkembang jadi pribadi yang susah menerima perbedaan dan sukar menerima jalan hidup atau pilihan orang lain. Perbedaan pandangan menjadi satu hal yang dibesar-besarkan. Perbedaan Menjadi misi besar, perjuangan pribadi untuk menyamakan pilihan yang berbeda selain dirinya. Yang tidak sama dicap kafir, sesat, bodoh, dan lucu.

Pun lebih luas, kebiasaan itu melahirkan industri Nasehat khususnya di tv swasta yang kian menjamur sejak orba tumbang. Industri Nasehat itu dipaket dalam suatu tayangan religi. Masing-masing stasiun tv menampilkan Ustadz Ustadzah yang memiliki persona, jargon, sapaan-sapaan, ciri fisik yang unik, yang berbeda dari program tv tetangga. Padahal program tv muara nya adalah rating. Dan rating menghasilkan banyak keuntungan dari iklan. Lebih jauh, imbas industri Nasehat juga membuat para orang tua menggadang-gadangkan anak jadi dai, jadi ustad Ustadzah. Syukur kalau nanti bisa sampai ternama.

Apa perlu kita renungkan, apakah kita, paling tidak berusaha mencoba merasa malu pada Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Rasul menyampaikan kebaikan bukan karena dia senang berdakwah. Pun juga untuk menambah materi. Metodenya pun tidak dengan cara nutur-nuturi. Bukan dengan cara, misalnya, rasul datang tiba-tiba pada seseorang yang melamun lantas rasul ndawuh qolallahutaala fil quranil kariim melamun itu tidak baik bla bla bla dan bla. Enggak gitu.

Jadi enggak gitu cara rasul berdakwah. Rasul berdakwah dengan membuat dirinya sendiri sebagai contoh. Karena rasul tahu, setiap manusia itu punya tanggung jawab atas dirinya sendiri dan dihisabnya nanti juga sendiri-sendiri.

"Jadi kenapa kamu masih merasa berhak menasehati orang lain, Koes?  Apa bisa kakean ngurus mu itu kamu puasai sebentar? Syukur kalau bisa selamanya." ekspresi Si Noor puas saat mengatakan Kalimat ini.

0 komentar: