Para ustadz, mubaligh, habib, dan ulama menekankan jangan sampai menjelang ramadhan tiba, hati kita malah dirundung perasaan tidak gembi...

Bagaimana Tidak Gembira?


Para ustadz, mubaligh, habib, dan ulama menekankan jangan sampai menjelang ramadhan tiba, hati kita malah dirundung perasaan tidak gembira. Harusnya bulan puasa itu disambut dengan beragam ungkapan senang, rasya syukur, dan bungah.

Kalaulah ada terselip sedikit saja ketidakgembiraan tentang besok 1 Ramadhan, maka derajat keimanan kita sangat pantas dipertanyakan. Semua ceramah-ceramah, khutbah-khutbah, petuah-petuah orang alim berputar-putar dalam konteks itu tiap tahun. Selalu menasehati demi yang terbaik untuk kita.

Bagaimana tidak gembira? Wong ramadhan menyajikan aneka euforia yang ekstase. Kuliner tersaji kian beragam. Kalau biasanya di luar bulan puasa, menu makan kita sangat standar. Kalau puasa ada menu takjil, menu utama dan menu penutup. Kalau sahur kita ada banyak pilihan lauk pauk lebih enak lebih bergizi daripada hari-hari biasanya. Karena kalau makan yang bergizi kita punya sugesti puasa bakalan kuat nanti. Bahkan ada banyak tips agar puasa tidak cepat haus atau lapar dengan begini begitu. Kalau puasa tujuannya untuk bernyaman-nyaman lah buat apa puasa?

Bagaimana tidak gembira? Jelang bedug maghrib ruas-ruas jalan dipenuhi PKL dadakan. Berderet-deret menyajikan aneka masakan. Dari manis, asin, pahit, asam. Komplit tinggal pilih. Dimana-mana pujasera makin ramai. Warung pinggir jalan makin berhias. Selambu-selambu mereka pakai untuk sebagai dekorasi.

Bagaimana tidak gembira? Pola silaturahmi kita saat bulan puasa sanga gegap gempita. Interaksi antar sesama jadi makin gayeng. Tengok saja ada tradisi buka bersama sambil reuni. Ketemu teman-teman yang sudah tak bersua lama. Rasanya begitu muskil, kok niat puasanya sendiri-sendiri tapi wkatu berbuka ramai-ramai. Kalau sahur kita berganti ikut kegiatan bedug sahur atau sahur on the road.

Bagaimana tidak gembira? Geliat entertainment di teve yang makin menarik buat disimak. Ada beratus-ratus program khas ramadhan yang tayang. Iklan pun dipersiapkan secara khusus sebagai startegi content marketing saat ramadhan. Rasanya, selain sidang isbat, kita juga tahu bulan puasa sebentar lagi dari iklan sirup. Belum lagi album musik khusus ramadhan yang makin menjamur.

Bagaimana tidak gembira? Di penghujung bulan puasa kita disibukkan untuk pergi ke pusat perbelanjaan pakaian. Supaya outfit kita terlhat trendi selama lebaran. Bahkan belum juga seminggu puasa, anak-anak sudah dididik orang tuanya untuk segera belanja baju baru.

Sebenarnya kita ini puasa apa tidak? Disuruh menahan kok malah lebih riuh nmelampiaskan. Lantas apa bedanya puasa daripada bulan-bulan biasanya. Semua dagangan laku keras. Semua omset meningkat tajam. Kita makin cengengesan. Kita makin asyik dalam keramaian sempalan hiburan.

Lain soal dengan Kaspolan. Bulan puasa selalu sukses membuat kaspolan sedih. Sebulan sebelum puasa dirinya begitu melankolik. Semiggu sebelum puasa dirinya begitu sedih. H-1 puasa tangisnya pecah.

“Mau gembira bagaimana Gusti? Tunjukilah hamba caranya bagaimana bergembira menyambut ramadhan seperti mereka” seru Kaspolan.

"Sedang, kalau puasa tetap saya begini-begini saja. Puasa sekedar lapar dan haus saja maksiat tetap jalan. Sholat ya sekedar sholat. Hanya sebatas setor absen. Kalau sholat duha dan tahajud itu semua aslinya demi maksud-maksud pengharapan atas dilancarkannya pendapatan saya. Naik pangkat saya. Dibebaskan saya dari jerat hutang. Lancar perniagaan saya. Kami selalu sehat bebas dari sakit"

"Kalaupun terawih dan membaca tadarus Al Quran akan saya niati untuk menumpuk pahala. Demi bisa membayar harga tiket ke surga-Mu. Meskipun ada hadist yang berbunyiTelah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.”

Engkau sendiri yang menjamin membuka pintu-pintu surga dan menutup rapat pintu neraka. Sehingga kami yakin akan dengan begitu gampangnya masuk taman surgamu. Tapi apakah segampang itu kami masuk surgamu. Sedangkan tidak ada penghayatan cinta dan kerinduan buat Mu atas segala ibadah kami. Mungkin kalau hidup kami sudah sakinah, adhem ayem tentrem kertoraharjo kami tak akan pernah kangen lagi padamu.

Padahal khusus ibadah puasa di bulan ramadhan Engkau begitu romantik posesif. "Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya." Pernyataan itu Engkau ungkapkan penuh dimensi keintiman. penuh landasan cinta. penuh muatan kemesraan dan rindu. kami yang makhluk ini kalau jatuh cinta pada kekasih hati akan menjadi over romantic dan pencemburu. Apalagi engkau yang Maha Pencinta. Maha Pengasih dan Penyayang.

Sedang kami tidak punya muatan rasa itu dalam setiap peribadatan kami padamu. Di bulan puasa sama sekali tidak kami hayati dengan tafakur dan kontemplasi. Puasa harusnya sepi. lirih. namun kami jalani dengan riuh.

Dunia mendistorsi kami. Bahkan ketakutan nomor satu kami tidak kami persembahkan untuk dirimu. Kami takut puasa kami lemes. Takut lebaran tak dapat THR. Takut tak bisa kerja optimal karena puasa lemes. Takut sakit karena perut kami lapar.

Ketika Engkau menomorsatukan kami. Kami tidak menomorsatukan Engkau.

Kaspolan tersedu dalam keterasingannya.


Gresik 16 Mei 2018


0 komentar: