Makin belajar akan kehidupan, kaspolan makin bingung. Susah sekali mengenali mana rahmat, peringatan atau adzab tuhan. Kaspolan merasa kesulitan minta ampun membedakan tiga termin tersebut untuk kondisi yang sedang kaspolan alami.
Tahun lalu kaspolan berdagang dengan lancar lancar saja. Selalu mulus tanpa kekhawatiran. Tiap dia punya hajat tuhan selalu mengirimkan pembeli. Sehingga selalu ada saja rejeki yang terkumpul. Lebih dari cukup. Dicukup-cukupkan biar ada lebih.
Tapi tahun ini kaspolan merasa berdagang kok seret banget. Susah sekali mendapatkan pembeli.
Ada rumus wajar kehidupan dunia di sekitar kaspolan. Rahmat Allah hanya dipahami linear sebagai yang nikmat-nukmt saja. Tidak pernah ada yang bilang bahwa rezeki seret, pikiran sumpek karena tidak ada pemasukan itu sebuah rezeki tersendiri.
Begitulah rumus hidup kaspolan. Kesulitan, kesusahan hidup, silang sengkarut hari demi hari dia rumuskan sebagai rezeki dari tuhan nya yang maha kaya maha penuh rahmat.
Maka kaspolan bukannya kok malah sedih atau pun suram memikirkan hari esok. Kaspolan malah berkacak pinggang sambil mendongak ke atas langit. Kaspolan berteriak menyeru pada tuhannya.
"Ya allah aku bersyukur apa yang aku jalani sekarang, kemelaratan, rasa hampir putus asa, kesusahan mencari nafkah, kegagalan berkali-kali dalam berdagang. Apapun itu justru itulah yang membuat aku makin mesra dengan Mu. Menyebut nama Mu tiap detik wirid ku pada Mu. Inilah rahmat mu, inilah karunia Mu, inilah rezeki Mu yang bikin Kamu makin sayang sama saya"
0 komentar: