Kalau si Noor baru saja mengeluh soal cara pandang materialistik kehidupan manusia sekarang, kaspolan malah sudah lebih duluan. Sejak umur b...

Orang paling gagal

Kalau si Noor baru saja mengeluh soal cara pandang materialistik kehidupan manusia sekarang, kaspolan malah sudah lebih duluan. Sejak umur belasan kaspolan sudah sambat. Jadi lihat saja cak kaspolan sekarang. Santai dan penuh permakluman akan kondisi jaman.

Jika suatu hari ada penghargaan orang paling gagal di keluarga, mungkin yang paling pantas menerimanya adalah cak kaspolan. Lihat saja bagaimana keluarganya menilai individu cak kaspolan.

Pernah suatu hari saat seleksi masuk sma. Cak kaspolan tidak berhasil masuk sma favorit di desa nya. Malah masuk ke sma yang punya label buruk pada waktu itu. Terkenal dengan minim prestasi akademik maupun non akademik, serta maximal dalam laga tanding kontak fisik. Tawuran! Padahal meski cak kaspolan bergaul dengan siswa yang demikian tidak pernah kaspolan muda sampai terpengaruh dan terbawa arus.

Sekeluarga cak kaspolan begitu benci kegagalannya. Hingga kabar itu disiarkan orang tua nya pada sanak familinya. Ya kaspolan bodoh dan gagal. Tidak sukses, Karena tidak bisa masuk sma favorit. Hati cak kaspolan begitu remuk. Orang tua mereka sama sekali tidak memaklumi bila anaknya dikejar anjing sewaktu jalan kaki menuju tempat tes seleksi. Karena itu plus terlambat Buyar sudah konsentrasi cak kaspolan.

Lanjut ke seleksi perguruan tinggi negeri. Apa jurusan yang berhasil diraih cak kaspolan di tes ptn pun sungguh tak punya nilai kebanggaan bagi banyak orang. Jurusan ilmu informasi dan perpustakaan. Jurusan apa itu? Mau jaga buku? Ga terjamin secara finansial?ga keren. Ga bonafide. Hati si Maba kaspolan remuk lagi. Meskipun tidak seremuk yang pertama.

Menjelang lulus kuliah, kaspolan menemukan kebahagiaan dirinya akan satu bidang pekerjaan. Jurnalistik. Menyelami pekerjaan sebagai jurnalis kampus lanjut bekerja sebagai jurnalis di salah satu media cetak terbesar di negeri nya dia jalani dengan hati sungguh riang. Kaspolan yang polos bangga sebagai insan yang menyampaikan fakta, menomorsatukan kejujuran dan pembela rakyat lemah orang bawah,orang pinggiran. Begitulah sangkaan positif kaspolan.

Namun, keluarga nya sama sekali negatif menilai kerja kaspolan. Orang tua nya tidak mendukung sama sekali pekerjaan kaspolan. Mereka merasa pekerjaan itu ya kalau kamu berseragam rapi, masuk kantor dan pulangnya teratur. Sedangkan kerja kaspolan 180 derajat dari pakem itu.

Keluhan orang tua kepadanya ditambah kejadian yang membuat kaspolan kecewa berat dengan cara kerja media mainstream. Pandangan baik kaspolan sebelumnya akan media yang membela orang terdzolimi, media yang mencerahkan, media yang memerangi kedzoliman, semua itu Buyar. Terganti satu idiom di otak kaspolan yang kecewa. Media itu sama kayak orang dagang. Kaspolan yang kecewa pun keluar. tanpa pikir panjang tau tau keluar begitu saja dari bidang jurnalistik media mainstream.

Kini kaspolan berwirausaha. Penghasilan nya tak menentu. Itu yang bikin cak kaspolan disebut tidak kaya, walaupun begitu juga tidak miskin. Meskipun ada satu waktu dimana tuhan sangat pemurah padanya. Penghasilannya cukup untuk sedikit modal dia menikah. juga bisa untuk menghidupi istrinya.

Tapi orang tua kaspolan lagi-lagi tak mendukung. Meski punya usaha mereka menganggap cak kaspolan itu orang limbung orang nganggur. Kayak orang ga kerja. Maka aib itu selalu dia ceritakan pada siapa saja. Sesuka hatinya. Tidak peduli itu keluarga dekat keluarga jauh atau orang baru kenal di jalan.

Hore!!! cak kaspolan remuk lagi batin nya. Cak kaspolan riang dalam kesedihan. Gembira dalam kondisi jatuh mental. Bahagia dalam caci maki. Remukan demi Remukan itu coba dirangkai jadi bangunan yang utuh lagi oleh kaspolan. Bangunan di Hatinya semakin jernih namun sekaligus diiringi rasa terasing.

Jernih karena dia sadar selama hidup, lingkungannya ternyata bertuhankan berhala materi. Dalam artian mereka semua tidak bisa melihat kecuali benda. Mereka Terdidik untuk melihat materi. Karena itu dunia yang materi ini sangatlah punya porsi besar bagi mereka dibandingkan nilai rohani.

Cak kaspolan tahu satu gejala mereka yang sama. Mereka Tidak menomorsatukan allah. jadi pertimbangan mereka adalah rasa Eman terhadap benda, gengsi sosial dan takhayul kemapanan. Cak kaspolan kini sudah faham, sudah memaklumi mereka yang menilai segalanya hanya dari indikator materialistik.

Bak pedang bermata dua. kejernihan itu juga membuat kaspolan hidupnya sengsara. Sangat terasing. Di luar sana orang berteriak padanya.

"Lan kaspolan kamu kok gagal banget jadi orang?"

Meski begitu, kaspolan tetap berjuang. Dan juga tetap bahagia. Selain dua sahabat sejatinya yang menemani. Ada seseorang yang dia anggap guru. Dia anggap keris dalam sanubarinya yang masih hidup di dunia hingga sekarang. . Dia tokoh nasional. Dia budayawan. Dia tidak gila jabatan dan bendawi. Dia berprinsip hidup mengakhiratkan dunia.

Dia menepuk pundak kaspolan dari belakang seraya berkata.

"jangan sedih. Yang pantas kita sedihkan adalah kalau gusti Allah marah sama kita. Kalau orep ndek dunyo iki apa pun nasibmu ora pantes Garai kowe sedih"

Meskipun adegan itu hanya rekaan kaspolan sendiri

0 komentar: