Sabtu pagi aku kembali ke kawan penjahitku. Mau reparasi tas yang sudah buluk rupanya. Sontak mulut ku ini bicara pada kawan penjahitku ini. "memang tas sudah jelek gini pantasnya dibuang g dipakai lagi"
"elek apane, wong isih apik. Masih kuat bahannya untuk dipakai lagi. Engkok ne Wes g iso digawe blas baru koe tuku mane rapopo mas," kata wong cepu kuwi.
wong cilik itu Lagi-lagi mengajakku ke jalan cahaya. Bahwa gimana hidup itu sekuat tenaga jangan sampai ada anasir kemubadziran.
Sementara ajakan ku kepadanya sama seperti bait puisi EAN :
Marilah cintai dunia lebih dari segala-galanya!
Mari kita jual hidup kita untuk segumpal benda untuk sebiji status dan sekeranjang prestise
Kita bikin sendiri berhala-berhala kita, bergabung kita dengan komputer sekaligus dengan dupa-dupa
Kenapa tidak?
Kenapa tidak?
Hidup ialah perebutan, pertarungan, sejumput makanan, seporsi kenikmatan dalam usus
Hidup adalah sebidang tanah, seperangkat gedung, satu drum gengsi sosial plus sejumlah ekstase-ekstase picisan
Jadi kenapa tidak?
Hidup adalah membangun bukit, meskipun peti mati jelas amatlah sempit
Hidup ialah mencungkil matahari
Hidup adalah merobek-langit, terlempar kita oleh kekuatan kita sendiri tanpa bisa kembali bangkit
0 komentar: