Setelah puas satu hari di Lombok dengan lima destinasi wisatanya, hari kedua kami lanjutkan lagi eksplore ke tempat-tempat menarik di Bumi Rinjani itu. Kali ini lebih banyak dari hari pertama, di hari kedua kami singgah menuju enam destinasi wisata andalan di Lombok Barat dan Lombok Tengah.
Sebelum berangkat, lagi-lagi saya disuguhi penghangat perut: biskuit coklat dan teh hangat, diseruput di depan serambi rumah, berasa hidup sangat asooy. kuda besi pinjaman dari Dara membawa kami ke enam tempat yang lebih indah daripada di hari pertama. Apa saja kah? Coba simak baik-baik!
Dermaga kecil di Gili Nanggu |
Pesona Gili Kedis |
Sesaat sebelum berangkat kami bertanya ke Dara, teman kami yang saat itu tengah menempuh program dokter muda, “Emang ada jalan bagus ke Gili Nanggu, daerah Sekotong?” Dengan cepat Dara menjawab, “Bisa, lewat Mataram, lurus ke Cakranegara cari saja tanda jalan ke arah Pelabuhan Lembar.” Jawaban Dara sontak membuat pagi kami penuh semangat. Langsung, mesin motor berderu kencang, stang kemudi kami arahkan menuju pelabuhan lembar, tempat kami mendarat di hari pertama.
Dan benar saja, di dekat jalan menuju pelabuhan lembar ada pertigaan, ambil saja jalan ke kiri. Ikuti jalan maka anda akan sampai di daerah Sekotong. Untuk mencapai Gili Nanggu carilah Pelabuhan Sekotong. Dari Mataram kami menghabiskan waktu tempuh sekitar satu jam. Oh iya! jangan lupa untuk menyewa alat snorkling sebelum menyeberang karena tarifnya lebih murah (Rp 25 ribu) daripada menyewa di Gili Nanggu.
Dengan harga sewa satu perahu Rp 250 ribu, maka saya dan tiga travelmate diajak berkeliling ke gili-gili di sekitaran Gili Nanggu. Total ada empat gili: Gili Nanggu, Gili Kedis, Gili Sudak dan Gili Tangkong. Satu gili yang paling saya ingat adalah Gili Kedis. Itu adalah gili yang paling kecil. Sekelumit daratan kecil dengan pohon yang tumbuh diatasnya, bak pemandangan pulau miniatur di TMII.
Puas berkeliling di gili-gili, akhirnya kami tiba di Nanggu. Bisa dibilang Nanggu lebih bagus dari Gili Trawangan. Usai berlabuh, saya disambut cemara laut di pinggiran pantainya yang sangat putih dengan air laut bening kehijauan. Di Nanggu juga sangat sepi, jadi lebih nyaman, cocok buat anda yang ingin ketenangan.
Paling penting, paling ciamik adalah pesona bawah airnya, jadi jangan lupa lakukan snorkling disana. Tak perlu jauh-jauh dari bibir pantai, sekitar lima meter saja anda sudah bisa menyaksikan hamparan macam-macam karang penuh warna. Dan saya sempat tercengang, kawanan ikan besar, barangkali sejenis Napoleon penghuni karang-karang tadi. Mereka mendekati saya saat makanan ikan dari remah-remah roti disebarkan. Betul-betul, miniatur surga. Sayang, kami tidak menginap disana, perjalanan harus kami lanjutkan, ke Sade!
Bale Tani di sebalah kanan salah satu rumah tradisional di perkampungan Sasak Sade. |
Ibu-ibu di Desa Sasak Sade umumnya pandai membuat kain songket. |
Seorang anak penjual suvenir di Sade tertidur di lantai rumahnya. Orang Sade biasa melapisi lantai rumahnya dengan tai kerbau supaya hangat dan mengusir nyamuk. |
Suku Sasak Sade sudah terkenal di telinga wisatawan yang datang ke Lombok. Ya benar, dinas pariwisata setempat menjadikannya sebagai desa wisata, tak lain karena Sade sangatlah unik. Mengapa? Meski sade terletak persis di samping jalan raya aspal nan mulus, penduduk desa Sade, Rembitan, Lombok Tengah masih berpegang teguh menjaga keaslian desa.
Bisa dibilang Sade cerminan dari suku asli Sasak Lombok. Yah, walaupun listrik dan program PNPM pemerintah sudah masuk sana, desa itu masih menyuguhkan suasana perkampungan asli pribumi Lombok. Hal Itu bisa kamu lihat dari bangunan rumah orang-orang sade yang terkesan sangat tradisional. Atapnya dari ijuk, kuda-kuda atapnya memakai bambu tanpa paku, tembok dari anyaman bambu dan alas lantai dari tanah. Orang sasak sade menamakan bangunan dengan bale. Ada delapan bale kata guide kami yaitu Bale Tani, Jajar Sekenam, Bonter, Beleq, Berugag, Tajuk dan Bencingah. Bermacam bale itu dibedakan berdasar fungsinnya.
Ada 150 KK di Sade, penduduknya dulunya banyak yang menganut Islam Wektu Telu (hanya tiga kali sholat dalam sehari). “Tapi sekarang, banyak penduduk Sade sudah meninggalkan Wektu Telu dan memeluk Islam sepenuhnya,” kata bapak Mesah, guide lokal kami.
Uniknya warga desa punya kebiasaan khas yaitu mengepel lantai dengan menggunakan kotoran kerbau. Jaman dahulu ketika belum ada plester semen orang Sasak Sade mengoleskan kotoran kerbau di alas rumah. “Sekarang sebagian dari kami sudah bikin plester semen dulu, baru kemudian kami olesi kotoran kerbau,” kata ibu penjual suvenir yang saya tanyai. Konon, dengan cara begitu lantai rumah dipercaya lebih hangat dan mengusir nyamuk. Yang aneh, kotoran itu pun kebanyakan tanpa campuran apa-apa, paling ya air, itu saja cuma sedikit, tapi saat saya masuk ke rumahnya tak ada bekas bau yang tercium. Ah, itu sih local genius orang Sade.
Pantai Kuta lombok yang memiliki pasir sebesar biji merica. |
Dari sade kami lanjut ke Pantai Kute Lombok, pantai yang punya pasir sebesar biji merica utuh. Dari Sade ke Kuta hanya 30 menit. Sayang sesampainya disana langit Pantai Kuta mendung gelap, maklum saya kesana setelah hujan.
Masuk Kute gratis, kamu hanya akan dikenakan biaya parkir saja. Di situ kamu bisa menikmati khas pantai di Lombok: pasir putih, air laut jenih biru toska dan satu lagi, ombak yang bagus buat yang suka surfing. Pantai ini juga dikenal dengan nama Pantai Mandalika. Pada waktu tertentu ada festival bau nyale, mencari cacing laut di pantai ini. Konon, jaman dahulu ada seorang putri cantik bernama Mandalika, karena diperebutkan laki-laki, ia menceburkan diri ke laut dan menjelma menjadi nyale, sejenis cacing laut.
Bukit nan hijau menjadi pesona laskap di Tanjung Aan. |
Tak jauh dari Kute, sekitar 15 menit darinya, kamu bisa ke deretan pantai-pantai lain yang lebih sepi. Salah satunya pantai Tanjung Aan, yang memiliki butiran pasir putih yang ukurannya berbeda meski dalam satu pantai. Sayang, jalan aspal ke sana sudah sangat rusak, tak seperti jalanan lain di destinasi wisata Lombok yang hampir selalu bagus.
Tanjung Aan sangatlah sepi, sepertinya tidak ada campur tangan pemerintah dalam pengelolaannya. Tidak ada penginapan di sekitarnya, hanya ada gubuk yang menjadi warung atau tempat berteduh.
Namun, Pantai ini juga memiliki pesona yang terpendam. Anda bisa merasakan tiupan angin saat sore hari disertai deburan ombak menghempas pasirnya yang putih. Ada bukit di sisi barat pantai ini yang ditumbuhi oleh rumput, kamu bisa naik kesana dan melihat Tanung Aan lebih luas dari ketinggian.
Suasana sepi bisa kamu temukan di Pantai Seger, tak jauh dari Tanjung Aan. |
Kalau sudah ke Tanjung Aan ada baiknya kamu juga mampir ke Pantai Seger. Pantai ini juga tidak dikelola. Tidak ada tiket masuk, tidak ada biaya parkir. Yang ada kamu hanya akan bertemu kesunyian pantai di Lombok yang belum dioptimalkan potensinya.
Pantai ini mirip dengan Tanjung Aan, hanya saja di tengah pantainya anda bisa melihat ada banyak karang yang menyembul di permukaan lautnya yang biru dengan gradasi warna kehijauan. Saat saya kesana, pantai ini lebih sepi dari Tanjung Aan, kami hanya diikuti oleh penduduk lokal yang menjajakan suvenir dan seekor anjing yang lalu lalang mendekati kami. Lebih baik kesana saat siang hari dan cuaca cerah. Semakin sore pantai ini semakin sepi.
Menu Ayam Taliwang Muslimah di Jl. Pejanggik, Cakranegara yang Laziiz...! |
Tak nikmat rasanya kalau jalan-jalan tanpa makan-makan. Jadi kami sempatkan mencoba kuliner lokal khas Lombok yang terkenal, Ayam Taliwang. Ada banyak tempat untuk mencobanya, salah satu yang terkenal adalah Ayam Taliwang Muslimah. Terletak di Jalan Pejanggik, Cakranegara, Mataram, tepatnya di depan ruko yang ada Bank commonwealth-nya.
Satu menu penuh mulai dari nasi putih, ayam taliwang dan sambalnya, serta plecing kangkung kami pesan. Ayam taliwang sendiri konon memang asli dari daerah Cakranegara, Tepatnya di Kampung Karang Taliwang yang dibuat oleh seorang warganya bernama H.Murad dan istrinya. Ayam yang dibakar adalah ayam kampung utuh berukuran kecil. Sementara, bumbunya berasal dari campuran cabai, bawang merah, tomat, terasi, gula dan garam. Sungguh nikmatnya keterlaluan, apalagi setelah capek ngeluyur seharian.
Usai bersantap malam dengan Ayam Taliwang, kami kembali ke rumah teman kami si Dara. Agak kaget juga saat dia bilang jangan pulang malam-malam dari Kuta. “Jalannya sepi, banyak yang dipalak kalau lewat situ, banyak tawuran juga antar desa,” katanya. Saya lalu mengernyitkan dahi saat mendengarnya. Tak lama, Dara, papanya dan adiknya mengantar kami ke Pelabuhan Lembar untuk mengakhiri liburan kami yang cuma dua hari di Lombok. Okeh, semai rinduku untuk kembali lagi ke sana, ke Lombok. Kuz9
#BlogWalking
BalasHapusLove ur blog and those images are incredible good....:)
thx very much..... thx also for support
BalasHapusAduh post tentang Lombok ini kok ya bikin merinding saking kepengennya yaa.. hehe.
BalasHapusSaya ada rencana ke Lombok bulan depan dan emang lagi cari artikel tentang Lombok. Thanks for sharing :D
sama-sama. semoga bisa buat referensi kak post ku ini. hihi. salam.
BalasHapusWah, itu songketnya bisa langsung dibeli gak?
BalasHapusNiat kesana tapi belum tahu kapan, good review mas :D
bisa langsung debeli kog. paling murah tenun ikat yang kecil harganya 30ribu. trims sudah berkunjung..
BalasHapuspengalaman ke lomboknya bikin ngiler ngiler sedap
BalasHapus