Om Don Hasman Fotografi tidak hanya sebatas proses mengambil gambar semata tapi juga diyakini dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi ...

Don Hasman, Panjang Umur Berkat Fotografi Traveling

Om Don Hasman
Fotografi tidak hanya sebatas proses mengambil gambar semata tapi juga diyakini dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi fotografer. Kepuasan tersebut bahkan dipercaya bisa menambah semangat dan motivasi hidup seseorang, seperti yang telah dirasakan oleh Don Hasman, salah satu fotografer senior Indonesia yang masuk dalam 100 fotografer petualang dunia.

Saat saya temui dalam acara diskusi “Travel Photography” (2/4) yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Airlangga Photography Society (UKM APS) di Aula Gedung Student Center, kesan bersahaja tampak pada diri Om Don, sapaan akrabnya. Menginjak usianya yang genap 72 tahun, semangat kakek itu menyala saat diajak  berbicara soal fotografi. Om Don membahas tentang ethnophotography, salah satu cabang fotografi yang membahas tentang kebudayaan suatu suku di pedalaman. Biasanya cabang ini digunakan oleh antropolog sebagai bahan kajian penelitian etnis.

Mang Odon, Tukang Nyolong Foto
Foto-foto keseharian orang Kanekes, atau Suku Baduy Ia ceritakan dalam acara itu. Butuh waktu 8 tahun bagi Om Don untuk diterima masyarakat Suku Baduy. Menurutnya itulah yang menjadi kendala memotret suku di pedalaman yakni butuh waktu yang sangat panjang. “Meski sudah kenal akrab dan diterima oleh orang Baduy, tetap saja pemotretan dilakukan secara diam-diam karena ada larangan untuk mengambil gambar,” kata Om Don. Di lingkungan orang Baduy Om Don sampai –sampai dipanggil dengan sebutan Mang Odon, “Si Tukang Nyolong Foto”.

Meski Om Don mengakui banyak kesulitan yang dihadapi, etnofotografi banyak memberikan manfaat. “Memang tidak mudah, tapi saya mencoba untuk mengabdi pada ilmu pengetahuan dengan kamera yang saya bawa,” terang Om Don.

Selama 37 tahun, sebanyak 500-1000 foto rekaman kehidupan Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar ia berhasil ia abadikan. Foto-foto tersebut telah digunakan banyak peneliti sebagai bahan kajian etnis dan budaya orang-orang Baduy. Ia merekam hampir semua aspek kehidupan orang Baduy, mulai dari pakaian, rumah adat, kesenian hingga upacara yang bersifat sakral.

Fotografi Perjalanan
Om Don juga membagikan beberapa tips seputar fotografi perjalanan (Travel Photography), cabang dalam fotografi yang merekam proses perjalanan dari awal hingga akhir. Menurutnya, sangat penting untuk peka akan momen, komposisi, arah pencahayaan, sudut dan format pemotretan. “Dokumentasi foto perjalanan itu sama dengan foto jurnalistik. Namun sifatnya tidak harus seaktual jurnalistik,” terang Om Don.
Selain itu, Ia menyarankan untuk banyak menambah referensi tentang tempat destinasi perjalanan. Hal itu penting dilakukan untuk menyusun konsep foto yang nantinya diambil. “Kalau anda melihat apa yang menurut anda bagus, jangan ragu-ragu untuk merekamnya,” kata Om Don.

Berbagai rekam perjalanan yang pernah ia abadikan lewat foto dan tulisan antara lain perjalanan ke Everest Base Camp (EBC), tahun 1978, tracking sejauh 1000 Km dari Saint Jean Pied de Port, Perancis Selatan, hingga Katedral Santiago de Compostela, Spanyol menelusuri napak tilas santo Yakobus. Sebanyak 14.000 frame telah ia abadikan di tiap perjalanan.

Om Don berpendapat untuk manjadi fotografer diperlukan keinginan untuk maju dan kritis. “Masih banyak objek yang masih prelu digali, ditambah teknologi kamera sudah semakin maju, jadi ambillah foto yang tidak biasa diambil orang, Jangan ngekor saja.” tegasnya.

Meski nama besar Don Hasman di dunia fotografi Indonesia sudah tersohor, kesan low profil dan tak pelit ilmu tampak saat bertemu dengannya. “Saya kaget ketika Om Don menolak fee dari kami, ia malah tidak mau memberi materi kalau kami bayar,” terang Agus Fariansyah, ketua pelaksana kegiatan itu.
“Memotret seolah membuat anda hidup,” ungkap Om Don. Saat ditanya Warta kapan akan berhenti memotret, Ia menjawab, “Sampai tidak bisa jalan kaki lagi,” katanya setengah bercanda. Kuz9


0 komentar: