Hari itu Sabtu, 17 April 2010 Aku dan rekan-rekan tim dikjut lingkungan hidup Wanala Unair berencana melakukan partisipasi pengamatan burung...

Serunya Bird Watching di Wonorejo

Hari itu Sabtu, 17 April 2010 Aku dan rekan-rekan tim dikjut lingkungan hidup Wanala Unair berencana melakukan partisipasi pengamatan burung bersama rekan-rekan dari Peksia Hima Biologi Unair. Mulanya kami berkumpul di sekretariat menunggu kedatangan teman-teman yang agak molor sehingga melebihi waktu keberangkatan. Setelah siap akhirnya kami menuju di depan kampus Stikom untuk berkumpul menuju lokasi pengamatan burung. Ternyata kami salah kira teman-teman dari Peksia sudah sampai di lokasi terlebih dahulu. Mungkin karena menunggu kedatangan kami yang dijanjikan semula jam enam tidak terlaksana karena malemnya anak-anak begadang hingga jam tiga pagi. Jadi kami langsung berangkat menuju lokasi pengamatan di pantai timur Surabaya tepatnya di kawasan Bosem Wonorejo. Perjalanan kesana awalnya mudah karena dari jalan pertama masuk ke bosem terdapat jalan beraspal, yah meskipun tidak sebagus jalan raya tapi lumayan lah. Namun tiba di kawasan pintu air bosem Wonorejo jalanan sudah berupa tanah liat plus lumpur dan genangan air terlebih lagi hari-hari kemarin hujan menggila sehingga kombinasi yang cocok untuk merasakan sensasi berkendara yang ekstrem. Tak jarang ban motor kami terjebak lumpur sehingga perlu saling bantu untuk lolos dari jeratan lumpur. Anak-anak dari Peksia yang sampai terlebih dahulu menyambut dan membantu kami melewati jalan becek itu.

Perjalanan ke lokasi yang heboh karena becek dan licin lumpur jalanan

Setelah genap seluruh tim berkumpul dan selesai persiapan tiba saatnya pengamatan burung di Bosem Wonorejo dimulai. Rencananya praktek pengamatan kali ini dibagi menjadi dua jalur. Yang pertama jalur Cici Merah dan kedua Jalur Umum. Di Jalur pertama ada Aku, Ravi, Rivo, Siti, Danti, Iba dan temen-temen dari Peksia. Sementara di Jalur Umum ada Yasak, Hajjah, Udin, Saras, Nida, Antok dan anak-anak Peksia. Beberapa peralatan kami bawa seperti binokuler, buku panduan lapangannya Mc Kinnon serta tak lupa alat tulis untuk mencatat jenis-jenis burung yang kami temui. Sebelum berangkat pengamatan kita berdoa terlebih dahulu. Beranjak dari titik start menuju pos pertama aku menjumpai beraneka jenis burung yang pertama kami lihat adalah mandar batu yang terlihat berenang mencari makan di tambak sebelah kiri rute kami. Masih dengan burung-burung di luar pos yang biasa disebut burng-burung oportunis antara lain yang aku temui adalah cangak merah, kuntul kecil, kuntul besar yang sedang terbang berkelompok saat sebanyak lima ekor. Kemudian ada dara laut yang aku jumpai juga sedang terbang, ada pula kokokan laut dan tekukur biasa yang bertengger pada pucuk ranting yang kering.

Sampai di pos pertama kami berhenti sekitar 15 menit untuk mengamati segala jenis burung yang kami temui di sekitaran pos. luas daerah pengamatan adalah sejauh mataku memandang. Namun sayang burung yang kami jumpai di pos pertama tak beda jauh dengan burung yang kami jumpa di jalur oportunis. Hanya saja yang kami temui ada bondol peking biasa. Berhenti sejenak lalu perjalanan kami lanjutkan ke pos kedua. Menyusuri rute dari pos pertama ke pos kedua aku menjumpai burung-burung oportunis yang sangat beragam. Ada prenjak padi yang bertengger di pucuk ranting sedang melumasi sayapnya, lalu di sisi kanan jalan ada pelatuk caladi yang mematuk pohon yang meranggas sebentar lalu terbang. Ada pula raja udang, cabak, blekok sawah dan gayang bayam. Di pos kedua tepatnya di petak gajahan kami berhenti sejenak menyaksikan ratusan burung gajahan yang mencari makan di tambak yang besar. Tak lama mengamati tiba-tiba pimpinan kelompok burung itu terbang beranjak dari tambak diikutu oleh kawanannya di belakang.


Burung bondol peking yang sedang mencari makan

Dara laut kumis yang sedang terbang bebas
Beranjak dari pos kedua ke pos ketiga aku tak memusatkan perhatian pada burung-burung di sekelilingku. Mungkin karena pikiranku tertuju hanya pada jalanan yang becek dan licin di tengah tambak. Tentu itu untuk menghindari terpeleset saat aku jalan. Setibanya di pos ketiga jam sudah menunjukkan pukul 11.30. terik memang sinar matahari yang hampir tepat di tengah kepala waktu itu. Di pos tiga anak-anak dari jalur cici merah dan jalur umum berkumpul. Sayangnya burung yang kami jumpai juga tak semenarik di waktu perjalanan tadi. Hanya saja aku mencoba belajar sendiri mengamati satu burung di seberang tambak yang bertengger di semak yang kering sementara anak peksia menghitung kawanan burung yang aku sendiri tak tahu namanya. Kuperhatikan dengan seksama bentuk paruhnya yang runcing dengan warna kuning disekitarnya, bulunya abu-abu kebiruan dengan kaki yang berwarna kuning, sementara ekornya pendek. Kulihat buku lapangan John Mc kinno. Ada satu jenis burung yang mungkin mirip tapi aku tak yakin dengan analisisku tadi. Yah mungkin itu burung kokokan laut.

Setelah bereksperimen mencoba mengamati burung dan mengidentifikasinya sendiri aku dan teman-teman dari Wanala pamit balik dulu ke anak Peksia. Maka kami pun berjalan kaki kembali menuju warung pertama tadi kumpul. Setelah puas minum karena panas dan makan jajanan karena perut yang lesu maka kami balik menuju sekretariat. Sebelumnya kami berpamitan dan mengucap terimakasih pada anak-anak Peksia yang sesaat setelah kami makan dan minum tiba juga di tempat semula.
Kuntul kecil dan Blekok Sawah yang bertengger di satu pohon

Dalam hati aku tak menyangka di kota metropolis ini, Surabaya dengan hiruk pikuk kegiatan bisnis dan modernisasinya di tiap sudut, masih ada satu tempat di ujung timurnya. Jauh dari hiruk pikuk manusia berkerja. Ada satu tempat dimana bermacam-macam jenis burung berkumpul untuk sekedar mencari makan dan bersarang. Diantara keduanya membentuk kekontrasan tersendiri, Kota Surabaya dengan keramaian aktivitas manusianya dan Bosem Wonorejo dengan keramaian bermacam jenis burungnya.
Aku merasa tidak seperti di Surabaya waktu itu…………………

0 komentar: